Senin, 03 Januari 2011

Mengurai Persoalan Hilir Pekerja Seks Komersial



Judul : Perempuan-perempuan Kramat Tunggak
Penulis : Endang R Sedyaningsih-Mamahit
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Terbit : I, Desember 2010
Halaman : liii + 250 Halaman
Harga : Rp. 50.000

Persoalan pekerja seks komersial memang sulit untuk diselesaikan. Pasalnya, komponen masalahnya begitu kompleks. Problem ini tidak akan tuntas apabila faktor hulu tidak diselesaikan.

Itulah yang dapat ditangkap dari buku ini. Meskipun buku ini adalah hasil penelitian mengenai kesadaran penggunaan kondom dan masalah penyakin menular seksual di kompleks lokalisasi Kramat Tunggak, Jakarta, namun buku ini berhasil menampilkan kerumitan masalah pekerja seks komersial.

Dari buku ini tampak bahwa masalah pekerja seks komersial di Indonesia tidak dapat serta-merta dikaitkan dengan moralitas maupun nilai-nilai relijius. Masalah pekerja seksual adalah masalah sosial yang harus dipandang secara komprehensif dan dituntaskan mulai dari pusat persoalan.

Lalu, apakah pusat persoalan tersebut? Dari data yang disampaikan dalam buku ini terlihat bahwa kebanyakan pekerja seks komersial yang berada di Kramat Tunggak berlatar pendidikan rendah, yakni sekolah dasar, baik tamat ataupun tidak.

Data ini menunjukkan bahwa rendahnya pendidikan korelasi yang kuat terhadap kesulitan perempuan untuk memiliki pekerjaan yang layak. Inilah yang memicu mereka untuk bekerja sebagai pekerja seks komersial, apalagi kebutuhan hidup tidak dapat ditunda.

Persoalan berikutnya adalah kemiskinan. Dari hasil penelitian terjelaskan bahwa kemiskinan menjadi pendorong seorang perempuan bergabung di Kramat Tunggak. Inilah yang digolongkan sebagai pekerja seks komersial dengan motivasi keterpaksaan.

Para pekerja seks komersial itu sesungguhnya malu untuk bekerja di Kramat Tunggak, namun kemskinanlah yang membuat mereka terpaksa menjalan profesi itu. Mereka rata-rata tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk membiayai anak-anak maupun orangtua mereka.

Jawabannya jelas, untuk mengurangi jumlah pekerja seks komersial, pemerintah harus berupaya meningkatkan level pendidikan dan memberikan kesempatan kerja yang lebih luas, terutama bagi kaum perempuan. Hal ini harus mendapatkan aksentuasi terutama di daerah-daerah tempat mereka biasanya berasal.

Hal lain yang disinggung dalam buku ini adalah persoalan kekerasan. Tidak hanya sebagai pemuas hasrat hidung belang, para pekerja seks komersial juga biasanya rentan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh tamu mereka.

Malah tidak sedikit dari mereka yang kehilangan nyawa di tangan pelanggannya sendiri. Untuk mengantisipasi hal ini para germo terpaksa mengetuk pintu kamar para anak asuhnya saat mereka melayani tamu, untuk memastikan bahwa mereka dalam keadaan aman.

Meskipun riset ini dilakukan belasan tahun yang lalu, namun isi buku ini masih relevan, mengingat masih banyak lokalisasi sejenis Kramat Tunggak hidup subur di sejumlah daerah di Indonesia. Dapat dikatakan, Kramat Tunggak adalah model dari lokalisasi-lokalisasi seperti itu.

Dari buku ini dapat dilihat bahwa persoalan pekerja seks komersial dan lokalisasi memang tidak tuntas hanya dengan menutupnya. Buktinya, meskipun Kramat Tunggak ditutup dan digantikan menjadi Islamic Center, kafe remang-remang justru tumbuh kian marak tidak jauh dari lokasi tersebut.***


4 komentar:

Anonim mengatakan...

Ok sekali deh ulasannya begitu singkat dan padat namun penuh makna

Nigar Pandrianto mengatakan...

terima kasih atas komentarnya, Mas atau Mbak...

moya shofa mengatakan...

saya butuh referensi untuk penelitian saya judulnya persepsi orang ta yang berprofesi sebagai PSK terhadap pendidikan anak. kira-kira buku ini cocok nggaak? trs buku apa lagii yang bisa saya baca? mohon bantuannya

moya shofa mengatakan...

saya butuh referensi untuk penelitian saya judulnya persepsi orang ta yang berprofesi sebagai PSK terhadap pendidikan anak. kira-kira buku ini cocok nggaak? trs buku apa lagii yang bisa saya baca? mohon bantuannya