Senin, 16 April 2012

Cara Nekat Naik Haji





Judul: Haji Nekat
Penulis: Haji Bahari
Halaman: 494 halaman
Penerbit: Pena Semesta
Terbit: I, Maret 2012



Berangkat berhaji lewat udara adalah hal biasa. Namun, akan luar biasa jika perjalanan tersebut dilakukan lewat darat. Pasalnya, tantangan dan persoalan yang dihadapi saat berhaji lewat darat, jauh lebih pelik dan nyaris sulit diatasi.

Tetapi itu tidak menjadi halangan bagi Bahari. Lelaki yang berprofesi sebagai wartawan itu nekat pergi menunaikan ibadah haji lewat darat. Kedengarannya tidak masuk akal. Tetapi kenekatan itu didukung oleh rekan-rekan kerjanya.

 Persiapan serta perhitungan yang matang dilakukan agar gagasan ini tidak menemui kegagalan. Penentuan rute-rute jalan darat yang aman adalah sebagian kecil dari persiapan yang dimaksud.  Hal ini penting terutama jika penulis harus melalui wilayah-wilayah konflik.

Pengalaman selama melakukan perjalanan menuju Tanah Suci itulah yang dikumpulkan dalam buku ini. Sebelumnya, tulisan-tulisan itu dimuat sebagai tulisan berseri di surat kabar harian tempatnya bekerja.

Sebagai perjalanan yang sarat nuansa petualangan, hal yang menarik dari tulisan-tulisan Bahari adalah kisah-kisahnya saat melintasi berbagai negeri dengan birokrasi, kebijakan, serta kebiasaan yang berbeda.

Kesulitan dan ketidaknyamanan ketika menempuh perjalanan, juga acap kali disampaikan oleh Bahari. Ini membuat pembaca bersyukur karena berangkat berhaji di masa ini jauh lebih mudah.

Sebut saja ketika Bahari berada di Bangkok dan harus menempuh perjalanan dari Monywa ke Kalay. Karena kehabisan tiket, ia terpaksa menumpang sebuah bis yang hanya menyisakan ruang sempit di bagian belakang. Ini membuatnya kesulitan untuk sekadar menyelonjorkan kaki.

Jalanan yang rusak dan bis yang sering mengalami gangguan mesin, telah membuat perjalanan ke Kalay itu ditempuh lebih dari 21 jam. Dapat dibayangkan bagaimana penulis harus bertahan selama itu dengan  kondisi yang tidak nyaman.

Selain itu, ketegangan pun kerap dialami oleh Bahari. Ini terjadi ketika ia memasuki wilayah Myanmar. Di wiayah ini orang asing selalu diawasi secara ketat atau dilarang sama sekali.

Bahari pun mengalami hal yang sama. Alhasil ia harus segera meninggalkan wilayah tersebut dengan berbagai ancaman.

 Ketegangan juga terjadi ketika penulis berada di wilayah Pakistan. Di sana ia harus berhadapan dengan petugas yang menaruh curiga kepadanya. Tak ayal, bawaan penulis diperiksa, termasuk file yang tersimpan dalam laptop.

Di sini identitas Bahari sebagai wartawan terbongkar. Ia pun diusir dari Gwadar untuk kembali ke Karachi. Dari sana ia harus meninggalkan Pakistan karena kedapatan melakukan kegiatan jurnalistik.

Dari Pakistan Bahari harus terbang ke Oman untuk kemudian menuju Jeddah, Arab Saudi. Perjalanan udara ini dilakukan karena untuk pemegang visa haji kuota, calon haji harus masuk Jeddah melalui pintu imigrasi bandara King Abdul aziz. Dari Jeddah penulis  akhirnya tiba diMakkah.

Di Makkah Bahari menuliskan beragam feature menarik, mulai dari soal kuliner, polah calon haji, hingga ”keajaiban” yang dialami. Tulisan-tulisan itu diracik sedemikian rupa sehingga pembaca seakan berada dalam situasi yang sama dengan penulis. Tidak mengherankan kalau pembaca tidak bosan untuk terus menyimak kisah-kisahnya.***

1 komentar:

hery mengatakan...

Menarik kayaknya. Pernah baca buku haji backpacker. Cuman setau saya memang ga bisa sembarangan haji mandiri kayak gini. Harus orang yg bener2 berani dan berpengalaman.