Rabu, 16 Februari 2011

Seruan Sikap Toleransi


Judul : Maluku Kobaran Cintaku
Penulis : Ratna Sarumpaet
Penerbit : Komodo Books
Terbit : I, Desember 2010
Halaman : 512 halaman
Harga : Rp. 72.000

Aksi kekerasan atas nama agama kembali terjadi. Hal ini memperlihatkan bahwa bangsa Indonesia tengah menghadapi tantangan kebangsaan yang besar. Persoalannya, apa akar persoalan dari semua peristiwa tersebut.

Harus diakui, akar masalahnya tidak tunggal, melainkan multidimensional. Tidak mudah untuk mengambinghitamkan satu faktor saja. Setiap faktor dapat saja terkait dengan faktor-faktor lainnya.

Novel Maluku Kobaran Cintaku yang ditulis oleh Ratna Sarumpaet ini memperlihatkan bahwa pertikaian antar umat beragama, sering kali bersumber pada faktor eksternal. Faktor-faktor itu tidak insidental, melainkan sudah menahun.

Salah satu faktor eksternal yang diidentifikasi oleh Ratna dalam novel ini adalah kebijakan pemerintah yang dirasa tidak adil. Salah satunya adalah undang-undang kelautan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat Maluku.

Di samping itu, Ratna juga memperlihatkan bahwa kekerasan yang kian melebar di Maluku tidak lepas dari kepentingan banyak pihak. Ada kekuatan yang dengan sengaja terus membakar suasana untuk keuntungan pihat tertentu.

Bagi Ratna, tidak masuk akal bila saling pengertian antar umat beragama yang sudah dibina sejak lama di Maluku dapat hancur dalam waktu yang sangat singkat. Hal ini tidak akan terjadi apabila tidak ada usaha atau skenario yang sengaja disusun untuk memanaskan suasana di sana.

Itu sebabnya Ratna tidak putus-putusnya mengingatkan adanya pihak-pihak yang "bermain" di belakang setiap gesekan yang timbul dalam masyarakat. Oleh sebab itu, penting untuk menyaring setiap isu yang berkembang dalam masyarakat.

Lebih dari itu semua, Ratna menyerukan pentingnya sikap toleransi antar umat beragama. Sejak bab pertama, ia secara tegas menyerukan hal ini. Baginya, toleransi adalah kunci perdamaian.

Di Maluku sendiri komunikasi yang baik, hubungan timbal balik yang kuat antar umat beragama sebenarnya sudah lama terjadi. Bahkan tokoh-tokoh agama, baik dari kalangan Kristen maupun Islam, digambarkan memiliki toleransi yang tinggi. Mereka pun menjalin dialog ketika terjadi krisis kepercayaan antar umat. Sayangnya, hal itu tidak mengalir ke tingkat bawah.

Sejumlah tokoh muda--demikian dikisahkan dalam novel ini--dengan latar belakang agama yang berbeda-beda kemudian muncul. Mereka berusaha membangun kembali kepercayaan antar umat beragama. Mereka mendirikan organisasi independen yang berusaha mengembalikan perdamaian di Maluku.

Anak-anak muda tersebut sadar, jika keadaan tidak segera dibenahi, maka kehancuran yang lebih hebat bakal terjadi. Sayangnya cita-cita luhur mereka dihadang oleh berbagai konflik yang pelik.

Lewat novel ini Ratna juga ingin mengatakan bahwa permusuhan antar umat beragama hanya dapat direhabilitasi dengan membangun kembali semangat saling pengertian. Hal itu tidak hanya tugas pemerintah, namun juga tokoh-tokoh agama.

Di sini tokoh agama harus dapat mengembangkan sebuah dakwah yang menyejukkan dan membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia. Sudah seharusnya tidak ada lagi tempat di negeri ini bagi mereka yang memonopoli kebenaran.***



Tidak ada komentar: