Judul: Putri Ong Tien
Penulis: Winny Gunarti
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun: I, 2010
Kisah mengenai Ong Tien sudah sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Malah, kisah mengenai putri yang berasal dari negeri Tiongkok ini memiliki tempat tersendiri dalam sejarah perkembangan Islam di Nusantara, khususnya di Jawa barat.
Kehadiran novel ini seakan menyegarkan ingatan kita kembali, bahwa perkembangan Islam di Nusantara memlilki banyak warna. Sehingga amat sulit untuk mengatakan bahwa Islam adalah sebuah agama yang berkembang karena dirinya sendiri, melainkan ada banyak faktor yang mendukungnya, mulai dari aspek kultural hingga politis.
Dalam buku ini dikisahkan bagaiamana kisah Ong Tien untuk pertama kalinya bertemu dengan Syarif Hidayatullah yang tidak lain adalah Sunan Gunung Jati, ulama terkemuka penyebar Islam di Pulau Jawa. Saat itu, tabib Syarif Hidayatullah diundang untuk mengunjungi istana kaisar Hong Gie.
Pada kesempatan itu terjadilah peristiwa “legenda” bokor kuningan yang berujung pada keputusan Ong tien untuk menemui tabib Syarif Hidayatullah yang berada di Pulau Jawa. Perjalanan yang penuh bahaya itu berhasil dilalui. Putri Ong Tien akhirnya bertemu dengan Syarif Hidayatullah, menikah dengannya, memeluk Islam, dan mempelajari Islam dengan lebih mendalam.
Hingga akhir hayatnya Putri Ong Tien digambarkan sebagai perempuan yang patuh kepada suami sebagai kepala keluarga. Apa yang dikatakan oleh sang suami selalu menjadi kekuatan baginya untuk menghadapi konflik batinnya, termasuk ketika keinginannya untuk memperoleh keturunan tidak dikabulkan oleh Tuhan.
Salah satu kekuatan buku ini adalah kayanya sumber sejarah yang dijadikan rujukan oleh penulisnya. Hal ini menjadikan kisah Putri Ong Tien tidak kering. Bahkan ada kesan bahwa buku ini menjadi sebuah novel sejarah.
Harus diakui, menyatukan fakta historis dalam sebuah novel bukan hal gampang. Kepiawaian penulis untuk menyatukan pecahan puzzle sejarah menjadi sebuah alur cerita yang menarik dan bernas menjadi sebuah keharusan. Penulis buku ini, Winny Gunarti, tampaknya memiliki kemampuan tersebut.
Catatan lain mengenai novel ini adalah, kisah-kisah yang dibiarkan tidak tergali dalam. Padahal cerita mengenai Ong Tien sangatlah menarik. Jika saja penulis buku ini berani melakukan reinterpretasi fakta sejarah seputar kisah Ong Tien, niscaya novel ini akan lebih mengasyikkan.
Sebut saja dengan memperdalam intrik politik dalam istana terkait hukuman yang dijatuhkan kepada selir kaisar, ataupun konflik batin istri-istri Sunan Gunung Jati ketika Ong Tien masuk dalam kehidupan mereka. Pendalaman ini pasti akan membuat novel ini tampil lebih menarik lagi.***
Kehadiran novel ini seakan menyegarkan ingatan kita kembali, bahwa perkembangan Islam di Nusantara memlilki banyak warna. Sehingga amat sulit untuk mengatakan bahwa Islam adalah sebuah agama yang berkembang karena dirinya sendiri, melainkan ada banyak faktor yang mendukungnya, mulai dari aspek kultural hingga politis.
Dalam buku ini dikisahkan bagaiamana kisah Ong Tien untuk pertama kalinya bertemu dengan Syarif Hidayatullah yang tidak lain adalah Sunan Gunung Jati, ulama terkemuka penyebar Islam di Pulau Jawa. Saat itu, tabib Syarif Hidayatullah diundang untuk mengunjungi istana kaisar Hong Gie.
Pada kesempatan itu terjadilah peristiwa “legenda” bokor kuningan yang berujung pada keputusan Ong tien untuk menemui tabib Syarif Hidayatullah yang berada di Pulau Jawa. Perjalanan yang penuh bahaya itu berhasil dilalui. Putri Ong Tien akhirnya bertemu dengan Syarif Hidayatullah, menikah dengannya, memeluk Islam, dan mempelajari Islam dengan lebih mendalam.
Hingga akhir hayatnya Putri Ong Tien digambarkan sebagai perempuan yang patuh kepada suami sebagai kepala keluarga. Apa yang dikatakan oleh sang suami selalu menjadi kekuatan baginya untuk menghadapi konflik batinnya, termasuk ketika keinginannya untuk memperoleh keturunan tidak dikabulkan oleh Tuhan.
Salah satu kekuatan buku ini adalah kayanya sumber sejarah yang dijadikan rujukan oleh penulisnya. Hal ini menjadikan kisah Putri Ong Tien tidak kering. Bahkan ada kesan bahwa buku ini menjadi sebuah novel sejarah.
Harus diakui, menyatukan fakta historis dalam sebuah novel bukan hal gampang. Kepiawaian penulis untuk menyatukan pecahan puzzle sejarah menjadi sebuah alur cerita yang menarik dan bernas menjadi sebuah keharusan. Penulis buku ini, Winny Gunarti, tampaknya memiliki kemampuan tersebut.
Catatan lain mengenai novel ini adalah, kisah-kisah yang dibiarkan tidak tergali dalam. Padahal cerita mengenai Ong Tien sangatlah menarik. Jika saja penulis buku ini berani melakukan reinterpretasi fakta sejarah seputar kisah Ong Tien, niscaya novel ini akan lebih mengasyikkan.
Sebut saja dengan memperdalam intrik politik dalam istana terkait hukuman yang dijatuhkan kepada selir kaisar, ataupun konflik batin istri-istri Sunan Gunung Jati ketika Ong Tien masuk dalam kehidupan mereka. Pendalaman ini pasti akan membuat novel ini tampil lebih menarik lagi.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar