Selasa, 12 Juli 2011

Keluasan Pemikiran Gus Dur


Judul : Sekadar Mendahului

Penulis : Abdurrahman Wahid

Penerbit : Nuansa

Terbit : I, 2011

Halaman : 343 Halaman

Harga : Rp. 55.000


Pemikiran Abdurrahmad Wahid selalu aktual. Meskipun dilontarkan lebih dari dua dekade lalu, gagasannya selalu dapat menjawab--sedikitnya relevan--dengan pesoalan-persoalan utama umat Islam, kebangsaaan maupun nasionalisme dalam bingkai kekinian.

Hal ini memperlihatkan bahwa Gus Dur adalah nasionalis yang sanggup melihat ke depan. Ia tidak menawarkan jawaban dari sebuah persoalan dalam jangka pendek, namun memilki spektrum yang melompat ke depan. Artinya, ada gagasan fundamental yang terkandung di salamnya.

Kumpulan tulisan Sekadar Mendahului ini, merupakan kumpulan kata pengantar yang ditulis oleh Gus Dur untuk sejumah buku. Tidak hanya buku-buku beragam Islam dan ke-Islaman, melainkan juga buku-buku dari bidang lain seperti politik, kebudayaan, hingga biografi.

Dipilihnya Gus Dus untuk memberikan pengantar pada buku-buku tersebut dapat dipastikan dengan satu asalan bahwa tokoh pluralisme ini memang memiliki wawasan serta pemahaman yang luas tentang berbagai bidang. Ini yang menjadikannya seorang kiai sekaligus seorang intelektual sejati.

Dalam tulisan-tulisannya, Gus Dur juga konsisten untuk membela orang-orang yang termarjinalisasi secara sitematis. Baginya, orang-orang seperti inilah yang seharusnya dibela dan diberi kesempatan yang sama untuk berbagai akses, termasuk akses politik.

Hal ini tampak dari tulisan Gus Dur yang terkait dengan diskriminasi. Gus Dur melihat bahwa sikap diskriminasi politis secara negatif masih terjadi, terutama dengan keturuan etnis Tionghoa di Indonesia. Ia melihat, kelompok ini selalu dibedakan dan tidak diperlakukan secara adil.

Padahal, dari perspektif sejarah, Gus Dur melihat bangsa Indonesia sudah lama menerima pluralitas etnis dan budaya. Hal inilah yang harus dibina agar kedamaian antar umat maupun golongan di bumi Nusantara ini dapat dicapai.

Sementara itu, dalam pemikian agama, Gus Dur selalu menekankan pentingnya nilai-nilai Islam yang membebaskan dan mendamaikan. Lihat saja tulisan pengantar untuk buku buku Menjadi Islam Liberal yang ditulis oleh Ulil Abshar-Abdalla.

Menurut Gus Dur gagasan Ulil yang ditentang oleh banyak tokoh Islam seharusnya direspon secara baik. Sebab pada dasarnya Ulil ingin adanya kebebasan berpikir dalam Islam sebagai syarat meluasnya cakrawala ke-Islaman untuk menjawab persoalan-pesoalan jaman. Namun gagasan ini banyak ditentang.

Benang merah pemikiran ke-Isalaman Gus Dur dalam buku ini adalah penolakannya terhadap formalisasi dan ideologisasi. Ia menekankan pentingnya kulturalisasi untuk mengembalikan kejayaan Islam.

Bagi Gus Dur, ideologisasi Islam hanya menghadirkan tindakan atau upaya politis yang mengarah kepada penafsiran tekstual radikal terhadap teks-teks keagamaan. Inilah yang terus menggejala pada masyarakat dewasa ini.

Catatan lain untuk buku ini adalah, kumpulan tulisan Gus Dur ini semestinya telah terbit jauh sebelum ia wafat. Buktinya Romo Mangunwijaya--yang wafat beberapa tahun sebelumnya--telah menyaiapkan kata pengantar untuk kumpulan tulisan ini. Ini menunjukkan bahwa buku ini sudah disiapkan lama.

Persahabatannya dengan rohaniawan Katolik tersebut menunjukan bahwa Gus Dur adalah tokoh yang lebih banyak diterima oleh berbagai golongan di negeri ini. Tokoh sepeti inilah yang selalu dinantikan.***


1 komentar:

Mencoba mengatakan...

Blog yang sangat bermanfaat... ijin copas ya gan ?

aldofahreza.blogspot.com