Judul: Haji Nekat
Penulis: Haji Bahari
Halaman: 494 halaman
Penerbit: Pena Semesta
Terbit: I, Maret 2012
Berangkat berhaji lewat udara adalah
hal biasa. Namun, akan luar biasa jika perjalanan tersebut dilakukan lewat
darat. Pasalnya, tantangan dan persoalan yang dihadapi saat berhaji lewat
darat, jauh lebih pelik dan nyaris sulit diatasi.
Tetapi itu tidak menjadi halangan
bagi Bahari. Lelaki yang berprofesi sebagai wartawan itu nekat pergi menunaikan
ibadah haji lewat darat. Kedengarannya tidak masuk akal. Tetapi kenekatan itu
didukung oleh rekan-rekan kerjanya.
Persiapan serta perhitungan yang matang
dilakukan agar gagasan ini tidak menemui kegagalan. Penentuan rute-rute jalan
darat yang aman adalah sebagian kecil dari persiapan yang dimaksud. Hal ini penting terutama jika penulis harus
melalui wilayah-wilayah konflik.
Pengalaman selama melakukan
perjalanan menuju Tanah Suci itulah yang dikumpulkan dalam buku ini.
Sebelumnya, tulisan-tulisan itu dimuat sebagai tulisan berseri di surat kabar harian
tempatnya bekerja.
Sebagai perjalanan yang sarat nuansa
petualangan, hal yang menarik dari tulisan-tulisan Bahari adalah kisah-kisahnya
saat melintasi berbagai negeri dengan birokrasi, kebijakan, serta kebiasaan yang
berbeda.
Kesulitan dan ketidaknyamanan ketika menempuh
perjalanan, juga acap kali disampaikan oleh Bahari. Ini membuat pembaca
bersyukur karena berangkat berhaji di masa ini jauh lebih mudah.
Sebut saja ketika Bahari berada di
Bangkok dan harus menempuh perjalanan dari Monywa ke Kalay. Karena kehabisan
tiket, ia terpaksa menumpang sebuah bis yang hanya menyisakan ruang sempit di
bagian belakang. Ini membuatnya kesulitan untuk sekadar menyelonjorkan kaki.
Jalanan yang rusak dan bis yang sering
mengalami gangguan mesin, telah membuat perjalanan ke Kalay itu ditempuh lebih
dari 21 jam. Dapat dibayangkan bagaimana penulis harus bertahan selama itu dengan kondisi yang tidak nyaman.
Selain itu,
ketegangan pun kerap dialami oleh Bahari. Ini terjadi ketika ia memasuki wilayah
Myanmar. Di wiayah ini orang asing selalu diawasi secara ketat atau dilarang
sama sekali.
Bahari pun
mengalami hal yang sama. Alhasil ia harus segera meninggalkan wilayah tersebut
dengan berbagai ancaman.
Ketegangan juga terjadi ketika penulis berada
di wilayah Pakistan. Di sana ia harus berhadapan dengan petugas yang menaruh
curiga kepadanya. Tak
ayal, bawaan penulis diperiksa, termasuk file
yang tersimpan dalam laptop.
Di sini identitas Bahari sebagai
wartawan terbongkar. Ia pun diusir dari Gwadar untuk kembali ke Karachi. Dari
sana ia harus meninggalkan Pakistan karena kedapatan melakukan kegiatan
jurnalistik.
Dari Pakistan
Bahari harus terbang ke Oman untuk kemudian menuju Jeddah, Arab Saudi. Perjalanan
udara ini dilakukan karena untuk pemegang visa haji kuota, calon haji harus
masuk Jeddah melalui pintu imigrasi bandara King Abdul aziz. Dari Jeddah
penulis akhirnya tiba diMakkah.
Di Makkah Bahari
menuliskan beragam feature menarik,
mulai dari soal kuliner, polah calon haji, hingga ”keajaiban” yang dialami. Tulisan-tulisan itu diracik
sedemikian rupa sehingga pembaca seakan berada dalam situasi yang sama dengan
penulis. Tidak mengherankan kalau pembaca tidak bosan untuk terus menyimak
kisah-kisahnya.***
1 komentar:
Menarik kayaknya. Pernah baca buku haji backpacker. Cuman setau saya memang ga bisa sembarangan haji mandiri kayak gini. Harus orang yg bener2 berani dan berpengalaman.
Posting Komentar