Kumpulan resensi buku berbahasa Indonesia, baik yang sudah maupun belum dimuat di media massa cetak. Beragam resensi buku ada di sini, sastra, kebudayaan, politik, filsafat, sosiologi dan sebagainya. Semua resensi ditulis oleh pemilik blog ini.
Selasa, 07 Februari 2012
Kretek Indonesia dalam Ancaman
Judul: Membunuh Indonesia, konspirasi global Penghancuran Kretek
Penyususn: Abhisan DM, Hasriadi ary, Miranda Harlan
Penerbit: Katakata
Halaman: 157 Halaman
Terbit: Desember, 2011
Pendapatan negara dari cukai kretek selalu naik setiap tahunnya. Ironisnya, kampanye untuk memusuhi kretek kian gencar. Kemudian, berbagai peraturan diberlakukan agar ruang bagi penikmat kretek semakin sempit. Pertanyaan yang muncul, adakah agenda tersembunyi dari dinamika ini?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, buku ini mencoba membahas wilayah-wilayah yang memiliki kaitan dengan kretek. Dari situ tampak bagaimana letak strategis kretek terhadap budaya maupun ekonomi Indonesia, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan.
Dari hasil pengamatan, ada sinyalemen kuat yang menunjukkan adanya usaha untuk melemahkan industri tembakau dan kretek Indonesia. Pertama-tama hal itu terlihat dari sejarah industri beberapa komoditi, seperti minyak kelapa, gula, garam, hingga jamu.
Awalnya komoditi-komoditi tersebut memiliki makna ekonomis. Namun, karena kampanye global yang dilakukan oleh negara-negara maju, perlahan-lahan industri tersebut meredup. Menurunnya pendapatan negara, serta nasib pilu petani yang menjadi ujung tombak penghasil bahan baku, adalah kenyataan pahit yang harus ditelan.
Salah satu contoh yang disampaikan lewat buku ini adalah kampanye untuk memperburuk citra minyak kelapa di Amerika Serikat. Hal ini terus menyebar ke seluruh dunia. Akhirnya tumbuh keyakinan bahwa minyak kelapa asal Indonesia berbahaya bagi kesehatan.
Hal yang sama terjadi juga dengan industri kretek. Lembaga dunia yang paling gencar mengampanyekan anti tembakau adalah WHO (World Health Organization). Namun belakangan diketahui, kampanye tersebut didukung oleh perusahaan yang memroduksi obat-obatan penghenti kebiasaan merokok (hal. 109).
Sinyalemen berikutnya adalah, hadirnya regulasi anti-tembakau seperti Udang-undang Kontrol Tembakau di Amerika Serikat, yang melarang penjualan rokok yang mengandung zat adiktif seperti cengkeh. Anehnya, regulasi ini tidak menyentuh produksi dan peredaran rokok mentol yang diproduksi di Amerika Serikat.
Untuk membatasi impor tembakau ke dalam negeri, Amerika Serikat juga membebani bea masuk yang sangat tinggi bagi produk tembakau. Bahkan kretek pun dilarang masuk, termasuk dari Indonesia. Sementara itu, perusahaan rokok terbesar di negeri itu, melebarkan sayapnya di luar negeri dengan mencaplok perusahaan rokok di puluhan negara. Ini adalah cara untuk melindungi industri tembakau dalam negeri Amerika Serikat.
Lebih jauh, kelompok-kelompok yang didanai korporasi multinasional ikut membatasi petani untuk menanam tembakau. Alhasil, Indonesia tidak kuasa membatasi impor tembakau. Sekali lagi, ini memperlihatkan bahwa negara-negara maju memang memiliki kepentingan dengan industri tembakau.
Muaranya, industri kretek dalam negeri mengalami ancaman. Ini tidak hanya akan memengaruhi pendapatan dari cukai rokok, melainkan juga meningkatnya jumlah pengangguran. Pasalnya, industri kretek adalah salah satu industri yang banyak menyerap tenaga kerja.
Jika hal ini tidak ditanggapi secara serius, industri kretek nasional yang pernah mengalami masa keemasan, akan bernasib sama dengan industri lain yang kini hanya menyisakan jejak kecil. Itu sebabnya lembaga dan otoritas terkait perlu melakukan sesuatu untuk mencegahnya.***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
sejujurnya saya tidak menyukai asap tembakau. Tapi baca resensi ini kok jadi miris ya...
Posting Komentar