Judul: Liber Amicorum I Wibowo
Penyusun: Natalia Soebagjo (editor)
Penerbit: Komunitas Bambu, November 2011
Tebal: 224 halaman
Harga: Rp. 45.000
Buku ini berisi sejumlah tulisan kenangan mengenai Romo Ignatius Wibowo. Penulisnya adalah sahabat, kerabat, kakak, adik, mahasiswa hingga koleganya. Siapakah I Wibowo hingga orang perlu menulis semacam obituari untuknya?
I Wibowo adalah salah satu dari sedikit ahli China di Indonesia. Tidak mengherankan jika ia menjadi salah satu “kamus berjalan” tentang China. Ia bahkan sering menjadi “rujukan” jika seseorang ingin melakukan kajian atauy penelitian tentang China.
Saya sendiri tidak pernah mengenal secara pribadi I Wibowo. Saya hanya mengenal ia dari tulisan-tulisannya di harian Kompas dan buku-bukunya tentang China.
Dari buku ini saya dapat lebih “mengenal”—sedikit tahu—sosok rohaniawan tersebut. Ia ternyata seorang pengajar yang banyak dikenang oleh mahasiswanya, paling tidak, karena kedisiplinannya. Soal keilmuan, jangan ditanya. Dari kesaksian para penulis dalam buku ini, kepakaran I Wibowo tidak dapat dipungkiri lagi.
Beberapa kenangan tentang I Wibowo dalam buku ini sempat saya catat, misalnya saja pria yang “gila” membaca ini adalah seorang guru yang dikagumi. Ia memang ketat dan keras dalam mendidik, namun ia dapat saja begitu cair saat berada di luar kelas. Bahkan ada kesaksian yang menyebutkan bahwa dosen ini rela memberikan bantuan kepada mahasiswa yang memerlukan bantuannya.
Romo Bowo, begitu sebagian orang memanggilnya karena ia seoran pastor, memang bersikap terbuka, cair, penuh toleransi. Ia tidak segan atau sungkan bergaul dengan siapa saja. Bahkan dengan orang-orang dengan orientasi relijius yang berbeda pun ia masih dapat bergaul dengan akrab.
Dari buku ini kita dapat lebih tahu banyak sisi tentang I Wibowo. Sebagian dari cita-citanya, gagasan, bahkan kegelisahannya. Bahkan kecemasan menghadapi kematian hingga kepasrahannya kepada Sang Khalik pun ia sempat ungkapkan. Ini dapat kita lihat dari ungkapan beberapa penulis dalam buku ini.
Kehadiran buku ini membuktikan, “gema” mereka yang berarti bagi orang banyak, tak hilang bahkan ketika ia telah tiada.***
1 komentar:
resensi ini sangat mendukung
Posting Komentar