Penulis: Umar kayam
Penerbit: Grafiti Pers
Terbit: VII, 2012
Halaman: 458
Menyampaikan
persoalan yang terjadi dalam masyarakat tidak harus dilakukan dengan gaya
yang serius ataupun "berat". Gaya
yang sederhana dan penuh seloroh dapat juga digunakan agar pesan dapat lebih
mudah dikomunikasikan.
Itu yang dapat
ditangkap ketika membaca kolom-kolom Umar Kayam yang terdapat dalam buku Mangan
Ora Mangan Kumpul ini. Gaya
tulisannya tidak sekadar santai melainkan juga ringan dan renyah. Tak jarang
pembaca juga akan dibuat tersenyum saat "mengunyah" isi tulisan di
dalamnya.
Buku ini banyak mengetengahkan persoalan-persoalan
yang terjadi dalam masyarakat kontemporer. Di dalamnya terdapat masalah politik,
birokrasi, kemasyarakatan, ekonomi, hingga persoalan kultural.
Umar Kayam seakan berusaha untuk memeras realitas
tersebut sehingga sari pati setiap persoalan dapat keluar untuk kemudian
dinikmati oleh pembaca. Lusinan masalah dan persoalan ia ungjkapkan dalam
kolom-kolomnya. Nukan sekadara m,salah, namun hal-hak yang nyata menuntut
penyelesaian.
Umar Kayam id.wikipedia.org |
Lewat kolom-kolom itu Umar Kayam bukan mengguggat,
ataupun melakukan kritik secara langsung, ia hanya melakukan dekodefikasi,
untuk kemudian ia sampaikan kepada pembacanya dengam racikan yang lebih
"sedap" bagi pembaca.
Formula racikan itu bisa dapat bermacam-macam, salah
satunya adalah sentuhan kultur Jawa-- apalagi kolom-kolomnya terbit di harian
Kedaulatan Rakyat yang terbit di Yogyakarta.
Dalam kolom-kolomnya Umar Kayam tidak memosisikan
dirinya sebagai guru atau sosok yang lebih tahu dari orang lain, melainkan sosok yang orang biasa. Karenanya ia dapat lebih bebas
mengomentari setiap hal yang dilihatnya.
Sampul cetakan pertama, 1991. |
Dalam kolom-kolomnya, Umar Kayam menampilkan tokoh-tokoh yang dekat
dengannya. Bukan tokoh yang kelewat hebat dan terhormat, melainkan pembantu rumah
tangga atau batur. Pembantu yang selalu
berpikir serba sederhana itu justru ia gunakan untuk melakukan
"pembalikan", merontokkan yang serba mapan, serba tinggi dan serba
tidak tersentuh.
Pemberian nama tokoh-tokh pembantunya tersebut pun
sudah meriupakan sebuah pembalikan, yakni Rigen dan Nansiyem, yang merupakan plesetan nama presiden Amerika Serikat
dan istri, Ronald Reagan dan Nancy
Reagan.
Membaca kolom-kolom Umar Kayam, pembaca akan
seperti melihat diri sendiri, persoalan sendiri, bahkan mentertawakan diri
sendiri, karena memang kita lekat dengan persoalan-persioalan yang dikemukakan
oleh Umar Kayam.***